Selasa, 19 April 2016

PENATAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN FORMAL

Pelaksanaan pendidikan yang bermutu, efektif dan ideal adalah sistem pendidikan yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utama secara sinergi, yaitu bidang administrasi dan kepemimpinan, bidang intruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Paradigma bimbingan dan konseling memandang bahwa setiap konseli (peserta didik) memiliki potensi untuk berkembang secara optimal. Perkembangan optimal bukan sebatas tercapainya prestasi sesuai dengan kapasitas intelektual dan minat yang dimiliki, melainkan sebagai sebuah kondisi perkembangan yang memungkinkan konseli mampu mengambil pilihan dan keputusan secara sehat dan bertanggungjawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika kehidupan yang dihadapinya.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dewasa ini mengedepankan aspek-aspek perkembangan yang harus diselesaikan oleh setiap peserta didik secara optimal. Sehingga setiap peserta dapat berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya sehingga mampu mandiri secara pribadi, sosial, akademik maupun karir. Visi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling perkembangan bersifat edukatif, pengembangan dan outreach. Pada pelaksanaannya, layanan bimbingan dan konseling harus mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi untuk meningkatkan kuliatas layanan. Setiap personel BK harus memiliki kompetensi dalam mengoperasikan teknologi yang berikaitan dengan pelaksanaan layanan, agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan yang dilakukan oleh peserta didik dan manejemen sekolah.
Layanan bimbingan dan konseling berfokus pada kebutuhan setiap peserta didik yang lebih ditekankan pada pencegahan dan pengembangan. Pusat perhatian pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling adalah optimalisasi potensi dan bakat yang dimiliki oleh setiap peserta peserta didik agar mempermudah perkembangan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. Objek layanan bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas bagi peserta didik yang mengalami masalah namun lebih bersifat umum dan menerapkan asas guidance for all
Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari 2 komponen lain yaitu manajemen pimpinan sekolah dan pelaksanaan kurikuler dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Bimbingan dan konseling yang sering dikenal sebagai BK memiliki pandangan bahwa setiap individu berpotensi untuk menjadi manusia seutuhnya. Manusia sebagai makhluk psikososiospiritual menyebabkan terjadinya proses yang dinamis dalam perjalanan kehidupan seseorang dalam mencapai aktualisasi diri sebagai wujud dari pencapaian perkembangan yang optimal. Keberhasilan pencapaian aktualisasi diri setiap individu ditentukan sejauh mana individu tersebut mampu mengembangkan dirinya atas kewajiban diri sendiri secara psikologis ataupun spiritual dan bertanggung jawab serta kewajiban dalam peran sosial yang melekat pada dirinya.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di lingkungan pendidikan formal khususnya bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik memenuhi kebutuhan dan mengentaskan hambatan dalam mencapai perkembangan yang optimal. Tujuan tersebut menjelaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling diberikan kepada seluruh peserta didik sebagai suatu keutuhan yang mencakup berbagai dimensi kehidupan (pribadi, sosial, akademik, karir).
Layanan BK di sekolah dapat dilaksanakan dengan baik apabila tersusunnya program pelaksanaan layanan BK dengan sistem manajemen yang baik, dalam arti program tersebut dilaksanakan secara jelas, sistematis dan terarah. Perencaaan program menjadi titik awal yang harus dilakukan untuk memetakan kebutuhan peserta didik berdasar pada analisis kebutuhan perkembangan yang dialami oleh peserta didik serta harapan stakeholder yang terkait. Adapun beberapa hal yang harus dianalisis pada perencanaan program BK diantaranya tingkat pencapaian tugas perkembangan, hambatan nyata yang sedang dihadapi oleh peserta didik, keadaan demografis peserta didik, tuntutan lingkungan masyarakat dan tentunya juga tidak dapat terlepas dari program sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Proses analisis kebutuhan dilakukan dengan berbagai metode baik menggunakan angket, kuisioner, maupun secara langsung melakukan wawancara kepada stakeholder demi mencukupi data kebutuhan peserta didik. Hasil analisis kebutuhan dikembangkan menjadi kegiatan layanan yang disosialisasikan kepada seluruh personel sekolah, sehingga setiap perseonel mengetahui peranan dan tupoksinya dalam pelaksanaan program BK.
Pengembangan program BK harus berdasar pada analisis kebutuhan dan tugas perkembangan pada setiap fase yang harus dilalui oleh seluruh peserta didik, kondisi ini menggambarkan bahwa setiap jenjang memiliki kebutuhan yang beragam dalam penguasaan kompetensi dan kecakapan (life skill). Keadaan tersebut memungkinkan untuk disepakatinya goal setting  dalam pencapaian penguasaan soft skill peserta didik setiap jenjang. Penentuan goal setting tersebut memberikan arahan atau pedoman dalam penyampaian kegiatan dan memberikan fokus layanan terhadap staf BK dalam pengembangan tema dan startegi yang digunakan sehingga penyelenggaraan layanan lebih terarah. Pelaksanaan program membutuhkan pengarahan agar terciptanya koordinasi dan komunikasi yang efektif, mendorong personel untuk melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program yang telah direncanakan.
Pencapaian tujuan program tentunya memerlukan supervisi secara berkesinambungan guna memperbaiki pelaksanaan layanan yang kurang mumpuni dan memberikan reinforcement terhadap kegiatan yang dianggap positif dan berdampak nyata terhadap peserta didik. Hal tersebut mengharuskan program BK disusun secara akuntabel dan bersifat dinamis. Proses supervisi dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengukur kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan peserta didik, ketepatan metode yang digunakan, dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujaun tujuan program.
Kegiatan supervisi merupakan bagian dari evaluasi program secara keseluruhan. Kegiatan evaluasi terhadap perencanaan, proses dan hasil program BK membutuhkan dokumentasi dari perencaan dan pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan. Proses pelengkapan dokumentasi tersebut dilakukan dengan kegiatan administrasi setiap layanan yang dilakukan dari mulai need assessment sampai pelaporan kegiatan layanan terhadap peserta didik maupun dukungan sistem yang dilakukan. Sehingga pada akhir pelaksanaan program, dapat terukur pencapaian tujuan program, dan mendapatkan referensi yang mumpuni untuk mengembangkan program selanjutnya menjadi lebih baik.

Referensi :
Nurihsan, Achmad Juntika. (2011). Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Nurihsan, Achmad Juntika. (2009). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.
Suherman, Uman. (2014). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung; Rizqi Press.
Yusuf, Syamsu. (2009).  Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.
Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Achmad Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Program Pascasarjasana UPI & Rosdakarya.

Senin, 08 Juni 2015

Pendekatan Realitas dalam Bimbingan dan Konseling


Pendekatan Konseling Realitas dikembangkan oleh William Glesser.

A.      Landasan Filosofis dan Pandangan Tentang Manusia
Terapi Realitas adalah suatu system yang difokuskan pada tingkah laku sekarang (saat ini). Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Menurut Glesser & Zunin, “kami percaya bahwa masing-masing individu memiliki suatu kekuatan kea rah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukan tingkah laku, yang bertanggung jawab dan memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna.”
Pandangan Teapi Realitas menyatakan Bahwa, karena individu-individu, perasaan, dan tingkah lakunya, maka mereka pun bisa merubah identitasnya. Perubahan identitas yang terjadi tergantung pada perubahan perilaku.
B.      Konsep Dasar Teori
Ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas, yaitu Terapi Realitas:
1.      Menolak konsep tentang penyakit mental.
2.      Berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
3.      Berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau.
4.      Menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
5.      Tidak menekankan transferensi.
6.      Menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ke ketaksadaran.
7.      Menghapus hukuman.
8.      Menekankan tanggung jawab.
C.      Tujuan Konseling
Tujuan umum Konseling Terapi Realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Glesser dan Zunin (1973) sepakat bahwa konselor harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi konseli dalam pikirannya, akan tetapi tujuan harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual alih-alih dari segi tujuan behavioral karena konseli harus menentukan tujuan itu bagi dirinya sendiri.
D.      Strategi Konseling
Strategi atau teknik yang bisa digunakan dalam Pendekatan Terapi Realitas adalah:
1.      Terlibat permainan peran dengan konseli.
2.      Menggunakan Humor
3.      Mengkonfrontasikan konseli dan menolak dalih apapun.
4.      Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan.
5.      Bertindak sebagai model dan guru
6.      Memasang batas-batas dan menyusun situasi konseli.
7.      Menggunkan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan konseli dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
8.      Melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
E.      Peran Konselor
Tugas dasar konselor dalam pendekatan Realitas melibatkan diri dengan konseli dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Peran konselor adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis. Konselor juga harus memasang batas-batas mencakup batas-batas dalam situasi konseling dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang.




Referensi:
Willis, Sofyan S., (2013). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Gerald Corey.

Dinamika Kepribadian


Allport (Yusuf&Nurihsan,2013) mengemukakan bahwa kepribadian yaitu"personality is the dynamic organization within the individual of those psychphsycal systems that determine his unique adjusment to his environment"(kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuainnya yang unik terhadap lingkungan). Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 
  1. Dynamic merujuk kepada perubahan kualitas perilaku (karakteristik) individu.
  2. Organization, menekankan pemolaan bagian-bagian struktur kepribadian yang independen.
  3. Psychiphysical Systems yang terdiri atas kebiasaan sikap, emosi, sentiment, motif, keyakinan, yang kesemuanya merupakan aspek psikis juga mempunyai dasar fisik dalam diri individu.
  4. Determine menunjukkan peranan motivasional system psikofisik.
  5. Unique merujuk kepada keunikan atau keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola system psikofisiknya.

Apabila ingin memahami kepribadian harus mampu mengapresiasi tentang kompleksitas tingkah laku yang muncul dari manusia. Manusia tidak selalu menyadari atau dapat mengontrol faktor-faktor yang menentukan tingkah lakunya. Hurlock (1986) mengemukakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multidimensi yang terdiri atas “self-concept” sebagai initi atau pusat gravitasi kepribadian dan “traits” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respons. 
KONSEP DIRI (Self-Concept)
Merupakan (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap sseorang tentang dirinya; (b) kualitas pensifatan individu tentang dirinya, dan (c) suatu system pemaknaan individu dan pandangan orang lain tentang dirinya. Self-concept terdiri atas tiga komponen, yaitu; (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseorang tentang penampilan dirinya; (b) conceptual  atau psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan dan ketidakmampuan dirinya, dan masa depannya meliputi juga kualitas penyesuaian hidupnya; dan (c) attidional yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaannya. 
SIFAT ATAU KARAKTERISTIK (Traits)
Berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap dan keterampilan pola-pola berfikir, mersa dan bertindak. Konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan. Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimesi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relative konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara sederhana. 
Traits merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk mengevaluasi situasi, dan mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu. Setiap traits memiliki tiga karakteristik, yaitu: (a) uniqueness, kekhasan dalam berperilaku, (b) likeableeness, yaitu bahwa traits itu ada yang disenangi (liked) dan tidak disenangi (unliked), sebab itu traits berkontribusi kepada keharmonisan atau ketidakharmonisan. Faktor yang mempengaruhi traits adalah (a) pola asuh orag tua dan (b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya (significant other).
Meskupin kepribadian itu cenderung konstan, namuan sering ditemukan adanya perubahan kepribadian yang dipengaruhi oleh beberapa faktof baik eksternal maupun internal dari setiap diri individu. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian menurut Yusuf dan Nurihsan (2013) diantaranya adalah:
  • Faktor Fisik, seperti gangguan otak, kurang gizi, mengkonsumsi obat-obat terlarang (NAFZA), dan lain-lain.
  • Faktor Lingkungan Sosial Budaya, seperti: krisis politik, ekonomi, dan kemanana yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi dan masalah social.
  • Faktor Diri Sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang berkepribadian meyimpang.

Dewasa ini, upaya yang dilakukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah yang tengah dihadapinya ternyata tidak semuanya dilakukan secara normal dengan menunjukkan perilaku yang wajar dan sehat (well adjustment). Menurut Hurlock (1986) mengemukakan bahwa karakteristik penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (health personality) ditandai dengan:
  • Mampu menilai diri secara realistic.
  • Mampu menilai situasi secara realistic.
  • Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistic.
  • Menerima tanggung jawab.
  • Kemandirian (autonomy).
  • Mampu mengontrol emosi.
  • Berorintasi tujuan.
  • Berorintasi keluar.
  • Penerimaan sosial yang positif.
  • Memiliki filsafat hidup.
  • Berbahagia.

Sedangkan individu yang tidak sehat yang dikemukakan oleh Yusuf dan Nurihsan (2013) ditandai dengan karaktersitik seperti berikut:
  • Mudah marah (tersinggung).
  • Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.
  • Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
  • Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan)
  • Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum.
  • Mempunyai kebiasaan berbohong.
  • Hiperaktif.
  • Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.
  • Senang mengkritik/mencemooh orang lain.
  • Sulit tidur.
  • Kurang memiliki rasa tanggung jawab.
  • Sering mengalami pusing kepala.
  • Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
  • Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan.
  • Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan. 

Kelainan tingkah laku (mall-adjusment) di atas berkembang, apabila individu hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam perkembangannya. Seperti lingkungan keluarga yang kurang berfungsi (dysfunctional family) yang ditandai oleh hubungan antara anggota keluarga kurang harmonis, kurang memperhatikan nilai-nilai agama dan orang tuanya bersikap keras atau kurang memberikan curahan kasih saying kepada anak.




Referensi:
Hurlock, Elisabeth B., (1986). Personality Development. New Delhi:Tata McGraw-Hill Publishing Company.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Akhmad Juntika. (2013). Teori Kepribadian. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT. Remaja Rosdakarya.

Minggu, 31 Mei 2015

Bimbingan Untuk Menggapai Cita Di Tanah Akoja



A
koja merupakan salah satu Gampoeng (kampung) yang ada di Kecamatan Indramakmu, Kab. Aceh Timur. Akoja merupakan akronim dari Aceh kontra Jawa. Di Gampoeng Akoja masyarakat pribumi dan transmigran dari Jawa hidup berdampingan hingga terjadi akulturasi budaya yang sangat harmonis. Hamparan perkebunan sawit PTPTN 1 Julok Rayeuk Utara menjadi pemandangan setiap hari.
Itulah tempat tugas pengabdian saya selama 1 tahun sebagai Sarjana Mendidik di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Wilayah 3T yang dulu menjadi basis militer ini menjadi tempat pengabdian yang memberikan banyak pembelajaran. Perasaan takut dan khawatir muncul, saat melalui perjalanan yang dihiasi dengan bendera merah hitam bergambar bulan dan bintang.
Proses pembelajaran formal yang baru benar-benar dilaksanakan pada tahun 2008. Konflik yang terjadi di tanah Rencong memberikan dampak tertinggalnya pendidikan. Peristiwa pembumihangusan perumahan perkebunan masih menyisakan puing-puing kehawatiran bagi para transmigran. Sehingga para transmigran sudah menetap sejak lama harus bekerja keras menjaga kondisi yang sudah mulai kondusif.
Penduduk yang sudah mulai ramah dan menerima tamu untuk membangun wilayahnya sudah mulai bekerjasama. Sehingga Akoja dan beberapa gampoengyang lain memutuskan untuk melakukan pemekaran dari kecamatan Julok, menjadi kecamatan Indramakmu, Kabupaten Aceh Timur.
Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten baru beridiri sekitar tahun 2008 setelah terjadi pemekaran Kota Langsa, yang berdampak pada struktur dan infrastruktur pemerintahan serta kehidupan ekonomi dan sosial yang baru dikelola kembali. Keadaan alam yang terdiri dari pesisir pantai hingga wilayah perbukitan merupakan kontur geografis yang ada di wilayah Aceh Timur yang beribukota di Idi Rayeuk.
Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani sawit dan karet bagi yang berada di wilayah perbukitan, dan nelayan bagi yang berada di wilayah pesisir pantai yang berbatasan langsung dengan samudera. Potensi alam yang ada di Aceh Timur sangat kaya, dari mulai ikan, lahan yang masih luas untuk yang sebagian telah dikembangkan menjadi perkebunan sawit dan karet, serta kandungan MIGAS yang begitu berlimpah dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk dapat meningkatkan kehidupan untuk lebih sejahtera dari kondisi yang ada saat ini.
Penyelenggaraan pendidikan di Aceh Timur belum seutuhnya merata hingga ke pelosok yang disebabkan oleh akses dan keadaan geografis yang ada. Kesulitan untuk menjangkau seluruh wilayah membuat penyebaran informasi pendidikan pada khususnya kurang bisa optimal dan menjadi salah satu penghambat optimalnya sumber daya pendidik untuk berkembang secara maksimal demi meningkatkan kualitas pendidikan yang ada. Orientasi pendidikan yang ada lebih kepada penyelenggaraan pendidikan WAJAR (Wajib Belajar 9 tahun) di berbagai daerah, karena masih ada masyarakat yang belum memahami pentingnya pendidikan padahal sudah ditunjang oleh kokohnya sarana sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan peluang pendidikan yang bagus untuk para masyarakat yang berprestasi dengan adanya beasiswa pemerintah Provinsi Aceh.
Pelaksanaan pendidikan yang bermutu menurut UU nomor 20 Tahun 2003 yang harus menyelenggarkan 3 bidang pendidikan yang terintegrasi dan harus terlaksana dengan baik yaitu Manajerial Sekolah dan Administrasi, Penyelenggarakan Kegiatan Pendidikan Kurikuler, dan Bimbingan untuk Siswa berupa Layanan Bimbingan dan Konseling belum terlaksana secara baik, terutama dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Sehingga, tataran dinas hingga masyakarat masih kurang mengetahui seperti apa dan apa pentingnya layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan terutama di sekolah. Salah satu sekolah yang belum memiliki tenaga khusus dala bidang layanan bimbingan dan konseling adalah SMAN 1 Indramakmu, yang merupakan tempat pengabdian lapangan dalam kegiatan SM-3T.
SMAN 1 Indramakmu merupakan satu-satunya SLTA di kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur yang berada di tengah perkebunan sawit PTPN I Julok Rayeuk Utara.  Sebagian besar siswa yang belajar di sekolah ini adaah bersuku jawa yang berada di PTPN I yang merupakan anak dari para petani sawit yang bekerja di perkbenunan BUMN tersebut dan 40% penduduk asli Aceh. Sehingga toleransi dalam kehidupannya sangat tinggi untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan bermasyarakat. SMAN 1 Indramakmu sudah didukung oleh fasilitasi yang memadai dengan tersedianya sarana dan prasana yang mumpuni dengan tersedianya ruangan laboratorium MIPA, komputer, perpustakaan dan tenaga pendidik yang sudah lengkap untuk mata pelajaran wajib.

SMAN 1 Indramakmu yang berada di lingkungan AKOJA (Aceh kontra Jawa), nama tersebut dikembangkan oleh salah satu penduduk yang tertarik untuk meneliti akulturasi budaya yang harmonis antara kebudayaan jawa sebagai transmigran dengan kebudayaan Aceh sebagai kehidupan multikultural yang terjadi lingkungan tempat tinggalnya menjadi hasil karya ilmiah juara pertama di tingkat Provinsi Aceh pada tahun 2010 silam.
Peserta didik yang menuntut ilmu di SMAN 1 Indramakmu yang beragam etnis dengan kira-kira persentase 55% jawa yang merupakan anak dari para pegawai BUMN PTPN 1 Julok Rayeuk Utara (JRU) dan Julok Rayeuk Selatan (JRS) dan 40% pribumi serta 5% lagi peserta didik yang berasal dari wilayah Sumatera.
Hal tersebut terjadi, karena pendidik pribumi lebih memilih menyekolahkan anaknya sembari pesantren di beberapa pesantren yang terkemuka di sekitaran Kota Bireun, Lhouksmawe hingga Banda Aceh. Perbedaan suku tersebut tidak terlalu menjadi penghambat bagi peserta didik untuk menuntut ilmu dan saling bekerjasama untuk meraih prestasi secara sehat.
Meski pada beberapa kondisi yang mendukung untuk menculnya indikator perilaku peserta didik yang menyinggung rasis pada saat terjadi perselisihan karena kenakalan remaja. Namun, perselihan itu dapat diredam dengan difasilitasi untuk berdiskusi mengenai kesalah pahaman terjadi sehingga keduanya kembali berteman dengan baik dan menjadi warga sekolah yang baik.
Keadaan geografis di lingkungan SMAN 1 Indramakmu yang berada pada dataran perbukitan dengan berkembangnya perkebunan sawit, dan didorong oleh kondisi masyarakat yang belum semuanya menyadari pendidikan untuk meningkatkan harkat kehidupan menyebabkan munculya berbagai hambatan yang membuat pencapaian tugas perkembangan peserta didik belum optimal.
Berdasarkan hasil Analisis Tugas Perkembangan (ATP) yang dikolaborasikan dengan Daftar Chek Masalah (DCM), pencapaian tugas perkembangan peserta didik yang masih harus ditingkatkan berada pada aspek (1) Landasan Perilaku Etis yang mencakup kesadaran untuk mematuhi nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dan sekolah, dan berperilaku di masyarkat maupun di sekolah dengan memperhatikan etika; (2) Kematangan Intelektual yang meliputi motif berprestasi dan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berdasarkan informasi/data yang objektif; (3) Kesadaran Tanggung Jawab Sosial meliputi menjaga keharmonisan dalam persahabatan dalam konteks keragaman interaksi social dan berinteraksi dengan lain atas dasar kesamaan (equality); (4) Penerimaan Diri dan Pengembangannya meliputi menerima keunikan diri sendiri baik kelebihan dan kekurangan, dan menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman; dan (5) Wawasan Kesiapan Karir meliputi pilihan keputusan setelah lulus sekolah, internalisasi nilai-nilai yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pilihan karir, dan merencanakan pilihan karir dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan ragam karir yang ada.
Fenomena yang terjadi terutama pada musim penghujan yang menyebabkan pembelajaran tidak dapat dilaksanakan di sekolah karena terputusnya akses jalan menuju sekolah dari rumah peserta didik, yang disebabkan oleh banjir di beberapa titik perjalanan menuju ke sekolah. Hal tersbut menyebabkan banyak waktu kegiatan pembelajaran terganggu. Masalah tersebut diatasi dengan mengajak peserta didik bersama-sama dengan dewan guru disaat air sudah memungkinkan untuk dilewati kira-kira ketinggian air sekitar 50cm, namun apabila ketinggian air masih diatas 50cm, maka sekolah diliburkan.
Permasalahan lain yang sering dihadapi oleh peserta didik yaitu motivasi motif berprestasi yang rendah karena pada saat peserta didik datang ke sekolah dalam keadaan fisik yang sudah lelah selama diperjalanan dari rumah yang harus menempuh jarak sekitar 20 km dari perkebunan PTPN Julok Rayeuk Selatan, dan paling jauh itu 25 km dari Seunebuk bayu atau masyarakat biasa menyebutnya kilometer 8 dengan kondisi jalan yang tidak mudak untuk dilewati karena melintasi perkebaunan sawit, perkebunan karet, hutan sehingga peserta didik harus sangat berhati-hati terutama pada saat musim hujan dengan keadaan jalan yang licin dan jarang masyarakat yang melintas pada pagi hari.  
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, yang dilakukan pertama kali adalah dengan memperluas perspektif peserta didik akan pentingnya pendidikan meskipun dengan tantangan yang diberikan oleh alam terasa lebih berat dan kurangnya dorongan dari keluarga untuk sekolah, tapi peserta didik harus mampu mendobrak dan merubah mindset terhadap pelaksanaan pendidikan untuk kelangsungan hidup yang dituntut semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkmbangan zaman.
Setelah diberikan layanan untuk meningkatkan motivasi belajar dengan strategi layanan bimbingan klasikal dengan pentingnya pendidikan, pentingnya motivasi dalam belajar, dan pentingnya memahami dan mengembangkan potensi diri sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Case terberat yang dihadapi selama pengabdian adalah adanya 2 peserta didik yang sudah kurang memiliki motivasi untuk memperjuangkan kehidupannya karena mengidap penyakit dan merasa menjadi beban bagi orang tua dan keluarganya. Salah satu konseli merasa bahwa dirinya sudah menambah beban orang tua atas sakit yang diidapnya dengan biaya pengobatan yang tidak murah dan sulitnya akses menuju ke rumah sakit kabupaten, karena setelah dilakukan pengobatan tradisional peserta didik tersebut masih belum diberikan kesembuhan.
Sehingga dia sudah putus asa, dan berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya agar tidak lagi menyusahkan orang tua dan saudaranya lagi. Sedangkan konseli yang satunya lagi memliki keinginan untuk menyusul ibunya yang sudah meninggal, sehingga konseli tidak memiliki keinginan untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya. Keinginan tersebut karena dia kurang perhatian dari keluarga yang terutama ayahnya dan sekarang konseli tinggal bersama keluarga nenek dari ayahnya.
Kedua case tersebut ditangani dengan konseling individual yang menekankan kepada pendekatan spiritual untuk lebih mensyukuri nikmat-nikmat yang sudah diberikan oleh Allah kepada kita selaku umat-Nya. Juga meningkatkan menumbuhkan kesadaran konseli untuk terus berjuang dan berusaha untuk sembuh demi membahagiakan orang tua, dan seluruh keluarga yang sudah merawat serta mewujudkan cita-cita yang luhur untuk meningkatkan harkat keluarga.
Setelah proses konseling, kedua konseli tersebut kembali mendapatkan semangat untuk berjuang dan meraih cita-cita yang diharapkan dalam hidupnya dengan kembali bersemangat menjalani hari-hari yang dilaluinya dengan berusaha untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya.s
Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis film dan video untuk meningkatkan motivasi peserta didik, simulasi permainan untuk meningkatakn kesadaran perilaku etis dan kematangan hubungan teman sebaya. Layanan bimbingan kelompok berupa role playing untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab social peserta didik pada saat berkomunikasi di masyarakat maupun di sekolah dengan dasar kesamaan (equality).Layanan bimbingan dan konseling juga diberikan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi lingkungan, sehingga peserta didik dapat meyakinkan orang tua dan masyarakat sekitar akan pentingnya pendidikan yang harus ditempuh oleh mereka untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Kegiatan yang dilakukan dengan simulasi permainan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok yang dapat memberikan membuka wawasan dan pemahaman kepada peserta didik bahwa komunikasi itu sangat penting dan harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar.
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling lebih berfokus pada kegiatan bimbingan kelomok yang diberikan di kelas, karena keterbatasan waktu yang tidak difasilitasinya bimbingan dan konseling dalam jadwal tetap. Sehingga waktu layanan diberikan pada saat guru mata pelejaran berhalangan masuk ke kelas.
Pada saat pulang sekolah sesuai dengan kesepakatan dengan peserta didik, dan untuk kelas XI disisipkan pada saat pelajaran TIK yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan kebutuhan peserta didik baik berupa bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok. Adapun materi-materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan pencapaian tugas perkembangan yang dilalui agar dapat menyelesaikan tugas perkembangan secara optimal.
Layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik kelas XII lebih berfokus pada mempersiapkan diri peserta didik setelah lulus sekolah dengan memberikan informasi keragaman karir yang memungkinkan peserta didik pilih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan.
Adapun layanan yang diberikan berupa informasi perguruan tinggi, informasi program studi yang sesuai dengan kebutuhan wilayah dan potensi peserta didik, ragam pekerjaan yang sudah bisa dipilih oleh peserta didik setelah lulus sekolah. Untuk beberapa peserta didik yang masih memiliki kebingungan dalam menentukan program studi dan perguruan tinggi yang akan diambil setelah lulus dilaksanakan layanan konseling individual.
Salah satu masalah terberat yang dihadapi oleh peserta didik dalam melanjutkan pendidikan itu adalah tidak didukungnya pendidikan lanjutan oleh keluarga dikarenakan harus menjaga neneknya yang sudah tua dan mengurus ladang peninggalan ayahnya di kampung yang mengharuskan peserta didik tetap berada di kampung. Padahal peserta didik tersebut merupakan salah satu peserta didik yang memiliki prestasi terbaik di sekolah selama 3 tahun berturut-turut berada di tiga besar juara umum di SMAN 1 Indramakmu.
Hal yang memberatkan konseli adalah dengan diberikannya beasiswa pendidikan oleh pemerintah daerah Aceh Timur untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dengan jurusan yang dia minati yang didukung oleh seluruh guru mengingat prestasi yang diperolehnya selama sekolah, namun kondisi keluarga yang kurang mendukung membuat konseli menjadi rendah diri dan enggan untuk datang kembali ke sekolah.
Pihak sekolah pun mencoba memfaslitasi konseli berdiskusi dengan keluarga dan sekolah untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk semuanya sehingga konseli dapat terbebas dari permasalahan ini dengan mempertimbngkan resiko paling kecil yang harus konseli terima dari keputusannya. Konseli pun akhirnya memilih untuk tetap merawat nenenya dan mengurus ladangnya dengan pertimbangan pendidikan dapat dia lanjutkan dari hasilnya berladang dengan memilih perguruan tinggi terdekat sehingga konseli bisa pulang pergi untuk memenuhi tanggung jawabnya dikeluarga dan melanjutkan studi untuk meningkatkan kualitas pribadinya melalui pendidikan yang lebih tinggi.
Beberapa kegiatan yang mendapatkan respon positif dari peserta didik adalah yang membuatnya aktif pada saat pelaksanaan kegiatan seperti bimbingan kelompok dengan metode simulasi permainan misalnya “sarang korek api” dimana peserta didik diminta untuk menyusun korek apu diatas botol kosong sehingga menyerupai sarang burungyang biasa ada di pohon.
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan tanggung jawab social dan memberikan latihan  kepada peserta didik dalam mengontrol emosi yang diperlihatkan kepada orang lain. Selain itu simulasi permainan yang direspon baik oleh peserta didik adalah “benang kusut” dimana siswa harus bisa mengurai tali yang mengikat dirinya sendiri dengan pasangannya agar terbebas dari kesutnya benang. Permainan ini bertujuan untuk melatih interaksi dan kerjasama peserta didik dengan peserta didik lainnya hingga terbentuk kohesifitas kelompok yang positif.
Simulasi permainan tersebut menjadi salah satu metode yang efektif dalam pemberian layanan BK karena peserta didik mendapatkan pembelajaran pada saat melakukan kegiatan tersebut (learning by doing) dengan lebih memaknai kegaitan tersebut bukan sebagai permainan biasa sembari menghilangkan suntuk setelah sekian jam berada di dalam kelas belajar beberapa materi pelajaran yang lain.
Metode lain juga yang dapat diterima dan direspon dengan baik oleh peserta didik adalah analisis film atau video yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan pembelajaran pribadi, social, karir maupun akademik seperti film Habibi Ainun, Tanah Air surga, katanya, dan film-fillm lain yang memberikan inspirasi kepada peserta didik untuk terus berusaha meraih cita-cita untuk meraih keshidupan yang lebih baik lagi.pemutaran film- dan video tersebut membuka wawasan peserta didik tentang berbagai informasi yang ada di luar wilayah tempat berkembangnya sehingga menambah pengetahuan dan yang paling penting meningkatkan rasa syukur atas kehidupan mereka sendiri dengan segala keterbatasan yang ada dilingkungannya.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Indramakmu belum dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi ideal dengan berbagai hambatan dan tantangan yang ada dilingkungan sekolah. Hambatan layanan bimbingan dan konseling yang paling mendasar adalah belum dipahami dengan benar tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di sekolah untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik dan membantu mencapai tujuan pendidikan nasional.
Persepsi bimbingan dan konseling dari para steakholder pendidikan yang ada disana masih sebagai “polisi sekolah” yang bertugas untuk menangani dan memberikan punishment kepada peserta didik yang bermasalah sehingga memberikan pemahaman yang kurang sesuai kepada masyarakat umum.
Persepsi itu menjadi tantangan bagi konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk menyelaraskan dengan konsep Bimbingan dan Konseling yang sudah berkembang menjadi fasilitator bagi peserta didik untuk menjadi pribadi yang utuh dan berkembang dengan optimal sehingga dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara merata di seluruh pelosok negeri ini.
Perlunya pendekatan dengan masyarakat untuk mensosialiasasikan urgensi layanan bimbingan dan konseling ke masyarakat sebagai bentuk eksistensi dan penyesuaian pemahaman bahkan perspektif masyakarat terhadap bimbingan dan konseling di sekolah sangat diperlukan agar terjadi dukungan system yang kuat daalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang harus diselenggarakan oleh tim yang kohesif dan mampu bekerjasama dengan baik. Sehingga pemberian layanan dapat berjalan dengan baik dan terselenggara secara berkelanjutan dan dilakukan seluruh pihak yang berkepentingan baik manajemen sekolah, orang tua bahkan masyarakat.
Sebagai salah satu upaya, Guru BK SM-3T bekerja sama dengan pengawas mangadakan Musyawarah guru Bimbingan dan Konseling (MGBK). Peserta yang mengikuti merupakan delegasi guru dari sebelas sekolah kejuruan yang ada di Aceh Timur. Guru yang background pendidikannya BK hanya ada 2 orang itu menjadi tantangan dan peluang bagi terlaksananya layanan BK secara menyeluruh di Aceh Timur.
Tantangan tersebut menuntut konselor untuk peka akan kearifan budaya lokal sebagai salah sumber nilai dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling agar dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat meskipun proses bimbingan diselenggarakan di lingkungan sekolah. Pelaksanaan bimbingan dan konseling berbasis budaya merupakan salah satu upaya untuk menyesuaikan perspektif dan tujuan konselor dengan konseli untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Konselor harus mampu melakukan transference terhadap konseli sehingga konseli merasa nyaman dan dihargai atas keunikan yang dimiliki oleh dirinya.
Rakhmat (disunting oleh Suherman, 2011) yang mengemukakan hakikat konseling berbasis budaya mengatakan bahwa mengabaikan perspektif budaya dalam layanan bimbingan dan konseling dapat menyebabkan disorientasi, ketidaktepatan serta pengerdilan kearifan lokal (local wisdom). Pemberian layanan bimbingan dan konseling harus berbasis budaya merupakan perlakuan konselor atau guru terhadap peserta didik terhadap culture value system agar konseli mampu memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri dan mewujudkan diri dalam mencapai identitas kehidupannya yang bermakna.
Indonesia merupakan Negara yang besar dan memiliki keragaamn budaya sebagai salah satu kekayaan yang dimiliki dan harus dijaga sebagai asset Negara yang mungkin tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, kita harus mampu bersama-sama menjaga keragaman tersebut dalam keharmonisan hidup berdampingan menanamkan nilai Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
Keadaan ini membuat konselor dan guru harus terus belajar mengembangkan diri untuk selalu meningkatkan kualitas pribadi sehingga mendidik mejadi panggilan dalam dirinya sebagai dorongan dalam diri untuk memfasilitasi peserta didik dengan penuh semangat dan dedikasi yang tinggi guna mewujudkan pendidikan yang bermutu sebagai upaya membentuk generasi emas Indonesia di tahun 2045.


Referensi:
Kementerian Pendidik dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2010). SM-3T: Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia. [on-line]. www.dikti.go.id.
Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung; Reflika Aditama.
Suherman & Budiman, Nandang (2011). Pendidikan dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling. Bandung; UPI PRESS.
Suherman, Uman. (2015). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung; Rizqi Press.


Senin, 19 September 2011

Pemilihan Keputusan Program Studi di SMA



Setiap manusia dilahirkan unik dengan bakat dan kepribadian yang berbeda. Dalam pendidikan di sekolah, perbedaan masing-masing siswa harus diperhatikan karena dapat menentukan baik buruknya prestasi belajar siswa (Snow, 1986). Sejalan dengan itu, Slamet Iman Santoso (1979) mengemukakan, bahwa tujuan sekolah yang mendasar adalah mengembangkan semua bakat dan kemampuan siswa, selama proses pendidikan hingga mencapai tingkat.
Perbedaan individual antara siswa di sekolah di antaranya meliputi perbedaan kemampuan kognitif, motivasi berprestasi, minat dan kreativitas (Snow 1986). Lebih lanjut Snow mengemukakan bahwa oleh karena adanya perbedaan individu tersebut, maka fungsi pendidikan tidak hanya dalam proses belajar mengajar, tetapi juga meliputi bimbingan/konseling, pemilihan dan penempatan siswa sesuai dengan kapasitas individual yang dimiliki, rancangan sistem pengajaran yang sesuai dan strategi mengajar yang disesuaikan dengan karakteristik individu siswa.
Oleh karena itu, sekolah memegang peranan penting untuk dapat mengembangkan potensi diri yang dimiliki siswa. Kemungkinan yang akan terjadi jika siswa mengalami kesalahan dalam penjurusan adalah rendahnya prestasi belajar siswa atau dapat menyebabkan terjadinya kegamangan dalam aktualisasi diri. Tak jarang siswa tidak mengerti alasan pemilihan jurusan tersebut, hendak kemana setelah tamat sekolah dan apa cita-citanya.
Psikolog UI, Indri Savitri, mengemukakan bahwa penjurusan siswa di sekolah menengah tidak saja ditentukan oleh kemampuan akademik tetapi juga harus didukung oleh faktor minat, karena karakteristik suatu ilmu menuntut karakteristik yang sama dari yang mempelajarinya. Dengan demikian, siswa yang mempelajari suatu ilmu yang sesuai dengan karakteristik kepribadiannya (minat terhadap suatu ilmu tertentu) akan merasa senang ketika mempelajari ilmu tersebut (Gupta et.al. 2006). Penelitian lain menunjukkan, bahwa faktor kepribadian mempengaruhi secara positif prestasi akademik (Furnham et. al, 2006). Dengan demikian penjurusan bukan masalah kecerdasan tetapi masalah minat dan bakat siswa.
Minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu. Seorang siswa yang berminat pada matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lain. Karena pemusatan perhatian intensif terhadap materi, siswa akan belajar lebih giat dan mencapai prestasi yang diinginkan. Pada diri siswa terdapat minat khusus yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan siswa dalam minat akan menentukan pilihan karir di masa yang akan datang. Penjurusan siswa di sekolah menengah atas menjadi titik awal yang menentukan profesi di masa depan.
Sesuai kurikulum yang berlaku di seluruh Indonesia, maka siswa kelas X SMA yang naik ke kelas XI akan mengalami pemilihan jurusan/enjurusan. Penjurusan yang tersedia di SMA meliputi Ilmu Alam (IPA), Ilmu Sosial (IPS), dan Ilmu Bahasa. Penjurusan akan disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa. Tujuannya agar kelak di kemudian hari, pelajaran yang akan diberikan kepada siswa menjadi lebih terarah karena telah sesuai dengan minatnya. Sebelum waktu penjurusan, guru BK/BP telah melakukan psikotes sehingga potensi siswa secara psikologis lebih dapat lebih tergali dan penjurusan yang akan dilakukan tidak salah arah.
Penjurusan di SMA dilakukan dengan mempertimbangkan orientasi siswa yakni sebagai berikut :
1.      Melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi ke program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, atau Bahasa sesuai dengan minat setelah lulus dari SMA.
2.      Bekerja di masyarakat; penjurusan merupakan salah satu proses penempatan atau penyaluran dalam pemilihan program pengajaran para siswa SMA. Dalam penjurusan ini, siswa diberi kesempatan memilih jurusan yang paling cocok dengan karakteristik dirinya. Ketepatan memilih jurusan dapat menentukan keberhasilan belajar siswa. Sebaliknya, kesempatan yang sangat baik bagi siswa akan hilang karena kekurangtepatan menentukan jurusan.
Tujuan penjurusan antara lain :
1.    Mengelompokkan siswa sesuai kecakapan, kemampuan, bakat, dan minat yang relatif sama.
2.    Membantu mempersiapkan siswa melanjutkan studi dan memilih dunia kerja.
3.    Membantu memperkokoh keberhasilan dan kecocokan atas prestasi yang akan dicapai di waktu mendatang (kelanjutan studi dan dunia kerja).
Siswa yang naik kelas XI dan akan mengambil program studi tertentu (IPA, IPS dan Bahasa) boleh memiliki nilai tidak tuntas paling banyak tiga pelajaran. Mata pelajaran IPA lebih menitikberatkan pada penguasaan konsep-konsep IPA untuk kepentingan siswa menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi yang lain adalah memberikan makna pembekalan agar siswa tersebut dapat survive di percaturan kompetisi perkembangan sains dan teknologi bagi kepentingan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan demikian penilaian akademik lebih terfokus pada penguasaan konsep-konsep IPA dan keterampilannya dalam melakukan observasi, memahami atau menemukan konsep-konsep IPA.
Untuk mata pelajaran IPS menitikberatkan pengembangan keterampilan ilmu sosial. Penilaian akademik menitiberatkan pada keterampilan sosial seperti membuat peta, maket rumah, interaksi sosial, dan adaptif terhadap lingkungan sosial. Mata pelajaran Bahasa menitikberatkan pengembangan keterampilan bahasa seperti membuat surat, menyusun karya tulis, mengerjakan instruksi lisan, dialog dan berpidato.
IPA dan IPS sama-sama membutuhkan keahlian tersendiri dan sama-sama memerlukan minat dan kecerdasan. Maka orang tua dan guru seyogyanya bersikap arif dalam penjurusan ini. Ajaklah anak-anak kita mengenali minat dan potensi mereka sendiri sekaligus arahkanlah sesuai hal tersebut. Bila sang anak berminat memasuki jurusan IPS, maka guru dan orang tua patut mendorong dan mendukungnya demikian pula sebaliknya. Bagi para guru BK/BP di pundak andalah tanggung jawab untuk membimbing para siswa mengenali potensi dirinya masing-masing.
Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Hasil belajar Peserta didik untuk Kurikulum berbasis kompetensi dari Dirjen Didasmen Jakarta tahun 2006 dan keputusan rapat wali kelas, Komite dan BK, sekolah menetapkan sementara membuka 2 program yaitu IPA dan IPS.
Adapun syarat pemilihan jurusan masing-masing program sebagai berikut :
1.    Prestasi nilai akademik:
a. Jurusan IPA
·       Nilai Biologi, Fisika dan Kimia minimal 70
·       Nilai matematika minimal 65
·       Nilai rata-rata IPA (Matematika, Fisika, dan Kimia) minimal 65
b. Jurusan IPS
·       Nilai Sejarah, Geografi dan Sosiologi  minimal 70
·       Nilai Ekonomi minimal 65
·       Nilai rata-rata IPS (Ekonomi, Sejarah, Geografi dan Sosiologi ) minimal 65
2.    Hasil tes psikologi siswa.
3.    Hasil kesepakatan orang tua, BK dan wali kelas.
Untuk sampai kepada tataran ideal tersebut, kita membutuhkan sebuah metoda analisa yang nantinya dapat digunakan untuk membantu kita dalam memperhitungkan segala sesuatu yang berkaitan dengan keputusan yang akan kita ambil. Salah satu metoda yang ditawarkan kepada anda adalah analisis SWOT.
SWOT adalah merupakan akronim dari:
S = Streng = sesuatu yang menjadi kelebihan/kekuatan diri pribadi siswa
W = Weaknes = sesuatu yang menjadi kelemahan/kekurangan diri siswa
O = Opportunity = sesuatu yang dapat dijadikan penunjang keberhasilan diri siswa
T = Threat = sesuatu yang dapat menggagalkan rencana studi siswa.
Contoh:
Siswa A menggunakan metoda analisis SWOT pada saat ia menentukan keputusan untuk memilih jurusan IPA. Aspek-aspek yang ada pada diri saya:
Potensi kekuatan (Streng);
- menyenangi mata pelajaran eksakta (Fis, Bio, Kim, MTK)
- hasil belajar semester 1 kelas X termasuk 5 besar
- hasil tes IQ tinggi dengan kemampuan bakat yang mendukung di IPA
- motivasi belajar tinggi
Potensi kelemahan (Weeakness)
- tidak menyenangi mata pelajaran social/hapalan
- hasil belajar untuk pelajaran social rendah
Peluang (Opportunity)
- memiliki fasilitas belajar yang lengkap
- ketersediaan buku-buku penunjang
- adanya dukungan orang tua
- mengikuti les belajar tambahan
Potensi ancaman (Threat)
- lingkungan di rumah memungkinkan untuk belajar maksimal
- siswa A pandai memilih teman sehingga kemungkinan terpengaruh untuk belajar sangat kecil.
Lantas pertimbangan apa yang digunakan di dalam penjurusan sehingga factor-faktor “SWOT” yang ada pada diri kita dapat diketahui.
Secara umum, hal yang dipertimbangkan untuk pemilihan jurusan adalah:
1.         Prestasi belajar/ nilai rapor
2.         Kemungkinan potensi yang dimiliki (intelegensi, bakat, minat, serta cirri-ciri kepribadian).
3.         Cita-cita / karier
4.         Hasil konsultasi/konseling dengan guru Bimbingan Konseling serta pertimbangan dari Wali Kelas dan juga guru mata pelajaran terkait untuk penguatan.
Secara khusus, hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan jurusan:
1.      Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Nilai mata pelajaran yang menjadi cirri program ini seperti; fisika, kimia, biologi, matematika, minimal harus sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Kemudian hasil tes psikologi; IQ minimal 100, kemampuan numerical, skolastik, relasi ruang minimal 65 serta memiliki motivasi diri yang tinggi.
2.      Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Didukung dengan mata pelajaran yang menjadi ciri program ini seperti: ekonomi, sosiologi, tata negara, antropologi minimal harus sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Sesungguhnya pada program IPS ini juga dibutuhkan bakat numerical, verbal serta penalaran yang tinggi.
3.      Program Bahasa
Juga harus di dukung dengan mata pelajaran yang menjadi cirri dari program ini seperti; bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, serta penambahan bahasa asing lain seperti Jerman atau Bahasa jepang yang kesemuannya harus minimal sesuai dengan KKM. Terkait masalah hasil tes psikologi pada jurusan ini hendaknya ditunjang dengan kemampuan verbal serta penalaran yang tinggi.
Kiranya ini dapat membantu siswa kelas X di SMA untuk memilih jurusan yang tepat sehingga mereka dapat berkembang secara lebih optimal sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Namun perlu juga di ingat bahwa sebetulnya antara IPA, IPS, Bahasa memiliki karekteristik masing-masing, program yang satu tidak lebih hebat dari program yang lain. Hal ini penting utamanya bagi rekan-rekan guru Bimbingan Konseling untuk dapat menyampaikan kepada siswa asuhnya arena selama ini ada semacam persepsi yang salah dari siswa, dimana para siswa menganggap bahwa siswa-siswa yang ditempatkan pada jurusan IPA adalah merupakan kumpulan dari anak-anak pintar, sedangkan mereka yang di tempatkan pada jurusan IPS dan Bahasa memiliki kemampuan yang rendah atau di bawah anak-anak IPA.