Senin, 08 Juni 2015

Pendekatan Realitas dalam Bimbingan dan Konseling


Pendekatan Konseling Realitas dikembangkan oleh William Glesser.

A.      Landasan Filosofis dan Pandangan Tentang Manusia
Terapi Realitas adalah suatu system yang difokuskan pada tingkah laku sekarang (saat ini). Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Menurut Glesser & Zunin, “kami percaya bahwa masing-masing individu memiliki suatu kekuatan kea rah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukan tingkah laku, yang bertanggung jawab dan memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna.”
Pandangan Teapi Realitas menyatakan Bahwa, karena individu-individu, perasaan, dan tingkah lakunya, maka mereka pun bisa merubah identitasnya. Perubahan identitas yang terjadi tergantung pada perubahan perilaku.
B.      Konsep Dasar Teori
Ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas, yaitu Terapi Realitas:
1.      Menolak konsep tentang penyakit mental.
2.      Berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
3.      Berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau.
4.      Menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
5.      Tidak menekankan transferensi.
6.      Menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ke ketaksadaran.
7.      Menghapus hukuman.
8.      Menekankan tanggung jawab.
C.      Tujuan Konseling
Tujuan umum Konseling Terapi Realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Glesser dan Zunin (1973) sepakat bahwa konselor harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi konseli dalam pikirannya, akan tetapi tujuan harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual alih-alih dari segi tujuan behavioral karena konseli harus menentukan tujuan itu bagi dirinya sendiri.
D.      Strategi Konseling
Strategi atau teknik yang bisa digunakan dalam Pendekatan Terapi Realitas adalah:
1.      Terlibat permainan peran dengan konseli.
2.      Menggunakan Humor
3.      Mengkonfrontasikan konseli dan menolak dalih apapun.
4.      Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan.
5.      Bertindak sebagai model dan guru
6.      Memasang batas-batas dan menyusun situasi konseli.
7.      Menggunkan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan konseli dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
8.      Melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
E.      Peran Konselor
Tugas dasar konselor dalam pendekatan Realitas melibatkan diri dengan konseli dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Peran konselor adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis. Konselor juga harus memasang batas-batas mencakup batas-batas dalam situasi konseling dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang.




Referensi:
Willis, Sofyan S., (2013). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Gerald Corey.

Dinamika Kepribadian


Allport (Yusuf&Nurihsan,2013) mengemukakan bahwa kepribadian yaitu"personality is the dynamic organization within the individual of those psychphsycal systems that determine his unique adjusment to his environment"(kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuainnya yang unik terhadap lingkungan). Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 
  1. Dynamic merujuk kepada perubahan kualitas perilaku (karakteristik) individu.
  2. Organization, menekankan pemolaan bagian-bagian struktur kepribadian yang independen.
  3. Psychiphysical Systems yang terdiri atas kebiasaan sikap, emosi, sentiment, motif, keyakinan, yang kesemuanya merupakan aspek psikis juga mempunyai dasar fisik dalam diri individu.
  4. Determine menunjukkan peranan motivasional system psikofisik.
  5. Unique merujuk kepada keunikan atau keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola system psikofisiknya.

Apabila ingin memahami kepribadian harus mampu mengapresiasi tentang kompleksitas tingkah laku yang muncul dari manusia. Manusia tidak selalu menyadari atau dapat mengontrol faktor-faktor yang menentukan tingkah lakunya. Hurlock (1986) mengemukakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multidimensi yang terdiri atas “self-concept” sebagai initi atau pusat gravitasi kepribadian dan “traits” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respons. 
KONSEP DIRI (Self-Concept)
Merupakan (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap sseorang tentang dirinya; (b) kualitas pensifatan individu tentang dirinya, dan (c) suatu system pemaknaan individu dan pandangan orang lain tentang dirinya. Self-concept terdiri atas tiga komponen, yaitu; (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseorang tentang penampilan dirinya; (b) conceptual  atau psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan dan ketidakmampuan dirinya, dan masa depannya meliputi juga kualitas penyesuaian hidupnya; dan (c) attidional yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaannya. 
SIFAT ATAU KARAKTERISTIK (Traits)
Berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap dan keterampilan pola-pola berfikir, mersa dan bertindak. Konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan. Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimesi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relative konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara sederhana. 
Traits merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk mengevaluasi situasi, dan mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu. Setiap traits memiliki tiga karakteristik, yaitu: (a) uniqueness, kekhasan dalam berperilaku, (b) likeableeness, yaitu bahwa traits itu ada yang disenangi (liked) dan tidak disenangi (unliked), sebab itu traits berkontribusi kepada keharmonisan atau ketidakharmonisan. Faktor yang mempengaruhi traits adalah (a) pola asuh orag tua dan (b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya (significant other).
Meskupin kepribadian itu cenderung konstan, namuan sering ditemukan adanya perubahan kepribadian yang dipengaruhi oleh beberapa faktof baik eksternal maupun internal dari setiap diri individu. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian menurut Yusuf dan Nurihsan (2013) diantaranya adalah:
  • Faktor Fisik, seperti gangguan otak, kurang gizi, mengkonsumsi obat-obat terlarang (NAFZA), dan lain-lain.
  • Faktor Lingkungan Sosial Budaya, seperti: krisis politik, ekonomi, dan kemanana yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi dan masalah social.
  • Faktor Diri Sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang berkepribadian meyimpang.

Dewasa ini, upaya yang dilakukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah yang tengah dihadapinya ternyata tidak semuanya dilakukan secara normal dengan menunjukkan perilaku yang wajar dan sehat (well adjustment). Menurut Hurlock (1986) mengemukakan bahwa karakteristik penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (health personality) ditandai dengan:
  • Mampu menilai diri secara realistic.
  • Mampu menilai situasi secara realistic.
  • Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistic.
  • Menerima tanggung jawab.
  • Kemandirian (autonomy).
  • Mampu mengontrol emosi.
  • Berorintasi tujuan.
  • Berorintasi keluar.
  • Penerimaan sosial yang positif.
  • Memiliki filsafat hidup.
  • Berbahagia.

Sedangkan individu yang tidak sehat yang dikemukakan oleh Yusuf dan Nurihsan (2013) ditandai dengan karaktersitik seperti berikut:
  • Mudah marah (tersinggung).
  • Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.
  • Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
  • Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan)
  • Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum.
  • Mempunyai kebiasaan berbohong.
  • Hiperaktif.
  • Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.
  • Senang mengkritik/mencemooh orang lain.
  • Sulit tidur.
  • Kurang memiliki rasa tanggung jawab.
  • Sering mengalami pusing kepala.
  • Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
  • Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan.
  • Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan. 

Kelainan tingkah laku (mall-adjusment) di atas berkembang, apabila individu hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam perkembangannya. Seperti lingkungan keluarga yang kurang berfungsi (dysfunctional family) yang ditandai oleh hubungan antara anggota keluarga kurang harmonis, kurang memperhatikan nilai-nilai agama dan orang tuanya bersikap keras atau kurang memberikan curahan kasih saying kepada anak.




Referensi:
Hurlock, Elisabeth B., (1986). Personality Development. New Delhi:Tata McGraw-Hill Publishing Company.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Akhmad Juntika. (2013). Teori Kepribadian. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT. Remaja Rosdakarya.